Pengunjung Blog

Tampilkan postingan dengan label Pentigraf. Tampilkan semua postingan
thumbnail

Petugas Terbaik


 Petugas Terbaik

        Upacara hari senin selalu di laksanakan penuh hikmat. Tiap-tiap pleton sudah menempati tempatnya. Siswa dari kelas bawah sampai kelas atas sudah berjejar di lapangan upacara. Pembina upacara sudah menempati podium. Pastinya petugas PMR sudah sedia di tiap belakang barisan.

        Kali ini ada anggota baru. Oni namanya. Oni sudah lama ingin menjadi anggota PMR sejak kecil. Bahkan cita-citanya ingin jadi petugas kesehatan. Dubrak!. Suara yang mengagetkan ketika upacara berlangsung. Ternyata siswa kelas bawah terjaduh. Bu Dena dan anggota yang lain dengan sigap membantu. Oni berlari membawa tandu. Ayo kita angkat dan bawa keruang UKS.

        Upacara selesai. Siswa yang pingsan belum juga sadar. Ambil oksigen ucap bu Dena. Segera anggota mencari di rak UKS. Habis bu. Bu Dena pun pergi bersama salah satu angguta PMR ke Ruang Guru untuk mengambil pesedian oksigen. Saya harus bergegas karena ini menyangkut nyawa anak didik kami. Dengan wajah yang panik bu Dena berkata oksigen kita di sana juga habis. Bagaimana ini. Tenang bu “ucap Oni”. Siswa tersebut sudah sadar dengan alat kesehatan terbaik saya. Tersenyum. Sambil memutar–mutarkan kaus kakinya.

Sampit, 7 Agustus 2019
18.30
NB

thumbnail

JIN


JIN

Liburan Pagi ini berbeda. Udin, Anang, dan Ucup sedang duduk santai di tepi pantai. Sedang asik ngobrol tida-tiba terlihatlah cahaya terang dari bibir pantai. Ketiga pemuda tersebut penasara. Mereka mendatangi cahaya tersebut. Ternyata botol. Ucup letakkan di atas meja. Sedang asik berbincang kenakalan mereka kemarin sore. Botol terjatuh dan mengagetkan mereka. Ledakan penuh asap. Muncullah sesosok makhluk. Siapa kamu? ”ucap Udin”. Saya jin. Jin dari mana tampilan seperti itu “ucap Anang”. Tidak meyakinkan “Ucap Ucup”. Coba liat kakinya menyentuh tanah “ucap Udin”. Tidak percaya kalau kamu Jin. Aku beri tiga permintaan. “ucap Jin”. Bohong. Tidak percaya. Ucap mereka. Masing-masing satu permintaan “ucap Jin”. Kalau berbohong kami hajar kamu jin. “ucap Ucup”. Siapa yang meminta pertama? “Ucap jin”. Kami diskusi dulu.
Udin, Anang, dan Ucup memiliki niatan yang takkan bisa di kabulkan oleh makhluk tersebut. Aku minta Wanita yang cantik dan kuat melayani aku selama seminggu “ucap Udin. Baik, saya catat dulu “’ucap Jin”. Aku ingin Fly/terbang, Mabuk Sampai Puas “ucap Anang” tapi merk cap dua janda. Asyiappp “ucap Jin”. Sisa kamu yang terakhir. Saya minta Rokok yang enak, yang tidak habis-habis. “ucap Ucup”. Kalau seperti itu saya duduk dulu “ucap Jin”. Tidak boleh duduk. Kami Jotos jika tidak terbukti, ucap tiga pemuda tersebut. Cling. Muncullah permintaan dari pemuda tersebut. Permintaan pertama munculah wanita cantik dan langsung di pangku oleh Udin. Permintaan Kedua muncullah Tas dan Dos yang berisi minuman kesukaan Anang. Permintaan ketiga munculah Tas yang berisi Rokok yang sesuai permintaan Ucup. Wih,
mantap
ucap para pemuda. Tapi ada syaratnya “ucap Jin”. Apa syaratnya “Ucap para Pemuda”. Kalian harus kembali kesini lagi dalam seminggu “ucap Jin”. Gampang “ucap Pemuda".
Dengan Kekuatan Jin, dikirimlah Para pemuda ke masing-masing tujuan pemuda tersebut. Aku tunggu di sini Saja “ucap Jin”. Sepekanpun berlalu. Para pemuda belum kembali Juga. Dipanggil dan di munculkanlah dengan satu selentikan jari. Muncul lah pemuda tersebut. Yang pertama muncul si Udin dan wanitanya. Bagaimana? Sudah? “ucap Jin”.
Mantap
“ucap Udin” seketika Udin lemas dan mati di tempat. Satu selentikan jari. Muncul lah pemuda kedua. Bagaimana? Sudah? “ucap Jin”. Puas sembari mengangkat botol minuman, seketika Anang Jatuh dan mati di tempat dalam keadaan Mabuk. Dasar manusia “ucap jin”. Satu selentikan jari terakhir. Muncul lah pemuda Ketiga yaitu Ucup, dengan Rokok Kegemarannya. Bagaimana? “Ucap Jin”. Dengan Ekspresi marah, Ucup melayangkan satu pukulan kewajah Jin. Jin Kampret. Kurang ajar. Jin pembohong. Jin Koplak. Percuma ada Rokok tidak ada koreknya.
Sampit, 10 Agustus 2019
14.30
NB
thumbnail

Pasar Malam


 Pasar Malam

Jali sungguh sangat senang memiliki juli. Parasnya yang cantik dan suara yang meyedu hati meluluhkan perasaannya. Malam ini mereka akan berjalan ke pasar malam. Banyak nya muda mudi saling bergandengan tangan. Seperti juga aku. Sungguh dunia ini indah. Aku seperti malaikat yang memiliki bidadari di antara bidadari. Ayo kita cari permain!.
Dikanan dan kiri ramai sekali stan pasar malam. Masyarakat pun begejalan. Jalan yang di lalui semakin sesak. Takut wanita yang baru di tembaknya hilang. Tangan jali langsung menggenggam tangan juli. Tak lepas sedikit pun. Seperti lagu anak "balon ku". Tangan juli di pegang. Ini lah masa muda. Masa yang ber api-api. Remaja yang sedang di mabuk cinta. Mereka sangat bahagia.
Ramai sekali. Riuk pikuk pameran di malam ini. Yang Jali tahu, dia hanya menggandeng tangan juli. Dengan penuh kemesran. Pastinya orang sekitar cemburu menatap tajam. Teriak suara seorang wanita sambil memanggil nama jali. Tanpa peduli jali tetap menggenggam tangan wanitanya sembari menuju arena permainan. Belum sampai ketempat itu. Jali di hentikan oleh sosok wanita yang iya kenal. Mengapa kamu tega jali. Kamu tidak peka. Kamu tidak sedikitpun melirikku. Apa kamu senang menggandeng wanita itu. Padahal Aku di sini. Janji setia mu Mana?. Malah kamu dengan dia. Siapa dia?. Lho kamu. "Jali Terkejut". Terus siapa wanita ini. Maafkan aku. Aku sangka tangan ini tangan kamu juli.
Sampit, 8 Agustus 2018
13.30
NB
thumbnail

Pentigraf Pertama di bulan Kemarau (Asap-Gambut)


Asap-Gambut
Aku tak tak pernah tahu bahwa aku dilahirkan di kota ini. Diriku sangat penuh harap di antara indahnya pemandangan dan bau istimewa dari tanah ini. Tampak empuk penuh dengan kumpulan pelapukan kayu. Ya inilah tanah gambut. Suatu karya dari yang maha pencipta untuk tanah ini, tanah Borneo.
Kini aku sudah mengerti tanah ini sangat peka akan dengan sekitar. Sedikit panas akan terbakar dan sedikit tekanan akan amblas. Aku melihat di sekitar bahaya keadaan tanah ini. Selain memberi kehidupan tapi berbahaya karena ulah manusia. Kemarau ini adalah ancaman bagi tanah ini sedikit kesalahan menghanguskan semua dan mengganggu pernapasan serta penglihatan.
Seperti penjara, diri ini dan orang-orang dalam lingkungan saling menyelamatkan diri sendiri. Katanya, mereka dan aku dampak dari keegoisan masyarakat. Dengan heran pikiranku inilah orang-orang yang lalai kepada alam.
 Sampit, 30 Juli 2019
thumbnail

Pasif


Pasif 

Jadi!. Sesosok pria di pinggir tembok. Dengan suara samar. Angin sepoi berkata. Aku tak mengenal kau. Aku juga tak kenal tempat ini. Aku bukan disini. Tapi aku begini. Lembar-lembar jejak mulai memperkeruh suasana. Ruang ini ruang kita tapi mereka tak merasa.
Terjang. Gemuruh balada riukan nada dari wilayah sekitar. Tidak adil. Hah. Semuanya ini hanya riukan saja. Oposisi mulai muncul. Semua beradu argumentasi. Bahkan persuasi tak mampu mendamaikan. Padahal mereka baru sehari merasakannya. Sedangkan kami berhari-hari diam saja. Sejenak. Biarkan kehidupan hanya dimiliki mereka. Pergi. Pergi ke ujung ilalang. Liat lah dari atas ada burung besi yang membawa mangsanya. Suaranya mengalahkan suara alam. Apa yang di bawa pasti sia-sia. Besok pasti akan kembali lagi. Terulang lagi.
Aku ingin bebas. Aku ingin hidup. Aku ingin berdiri dan melihat. Di tanganku terikat pisau pembalasan. Ya aku ingin pembalasan. Bukalah hati kalian. Liatlah cakrawala. Lawan. Cincanglah mereka yang mengganggu keadaan ini dengan doa. Aku tak mau hidup terulang lagi. Seperti tahun kemarin. Jika mereka besok masih hidup kita yang menanggungnya. Doakan mereka penjajah alam semoga cepat dan lekas masuk surga. Doakan sekarang .
Sampit, 6 Agustus 2019
18.45
NB

About