Pasif
Jadi!. Sesosok pria di pinggir tembok. Dengan suara samar. Angin sepoi berkata. Aku tak mengenal kau. Aku juga tak kenal tempat ini. Aku bukan disini. Tapi aku begini. Lembar-lembar jejak mulai memperkeruh suasana. Ruang ini ruang kita tapi mereka tak merasa.
Terjang. Gemuruh balada riukan nada dari wilayah sekitar. Tidak adil. Hah. Semuanya ini hanya riukan saja. Oposisi mulai muncul. Semua beradu argumentasi. Bahkan persuasi tak mampu mendamaikan. Padahal mereka baru sehari merasakannya. Sedangkan kami berhari-hari diam saja. Sejenak. Biarkan kehidupan hanya dimiliki mereka. Pergi. Pergi ke ujung ilalang. Liat lah dari atas ada burung besi yang membawa mangsanya. Suaranya mengalahkan suara alam. Apa yang di bawa pasti sia-sia. Besok pasti akan kembali lagi. Terulang lagi.
Aku ingin bebas. Aku ingin hidup. Aku ingin berdiri dan melihat. Di tanganku terikat pisau pembalasan. Ya aku ingin pembalasan. Bukalah hati kalian. Liatlah cakrawala. Lawan. Cincanglah mereka yang mengganggu keadaan ini dengan doa. Aku tak mau hidup terulang lagi. Seperti tahun kemarin. Jika mereka besok masih hidup kita yang menanggungnya. Doakan mereka penjajah alam semoga cepat dan lekas masuk surga. Doakan sekarang .
Sampit, 6 Agustus 2019
18.45
NB
September 26, 2022
Tags :
Pentigraf
,
SASTRA
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments